Jumat, 16 November 2012

Awas, Malaysia Ingin Alihkan Kasus Pemerkosaan TKW



REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- LSM pemerhati buruh migran, Migrant Care, meminta Pemerintah Indonesia jangan mau termakan pengalihan isu yang dilakukan Pemerintah Malaysia. Kuat dugaan akan terjadi pengalihan isu dari tindak perkosaan TKW Indonesia menjadi isu keimigrasian.

Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, mengatakan berdasarkan informasi yang diperoleh, Pemerintah Malaysia tengah berupaya menggiring aksi kriminalitas tersebut ke ranah pelanggaran ke imigrasian.

Pasalnya ketika bertemu dengan tiga pelaku yang notabenenya adalah Polisi Diraja Malaysia, SM hanya membawa salinan paspor. "Ini perlu mendapat perhatian serius, jangan sampai ada pengalihan isu ke masalah keimigrasian," ujarnya saat ditemui di depan Kantor Kedutaan Besar Malaysia, Kuningan, Jakarta, Jumat (16/11).

Dia menyebut sebenarnya Pemerintah Malaysia dan Indonesia telah memiliki MoU mengenai Pekerja Rumah Tangga (PRT) migran di mana PRT migran berhak memegang paspor sendiri dan memperoleh hari hari libur. "Namun nyataanya MoU tersebut tidak dimplementasikan di lapangan," katanya.

Bahkan lemahnya Pemerintah Indonesia untuk bersikap tegas pada pemerintah Malaysia menyebabkan berbagai kasus kekerasaan terhadap PRT migran terus berulang.

Untuk itu, Migrant Care mendesak Pemerintah Indonesia mengirimkan nota protes diplomatik ke Malaysia. Selain itu, Anis menuntut pemerintah Indonesia bersikap tegas pada Malaysia untuk mengimplementasikan MoU Indonesia-Malaysia tentang PLRT/PRT ke Malaysia 2006 yang telah diperbaiki melalui penandatanganan MoU kedua Negara pada 30 Mei 2011.
Redaktur: Djibril Muhammad
Reporter: Qommarria Rostanti

sumber: http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/11/16/mdl51k-awas-malaysia-ingin-alihkan-kasus-pemerkosaan-tkw

Selasa, 18 September 2012

Pulang Merantau Tiga PRT Positif AIDS

Laporan Wartawan Pos Kupang, Alfons Nedabang

TRIBUNNEWS.COM, TAMBOLAKA - Tiga warga Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), semuanya wanita dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT), positif HIV/AIDS. Saat ini, keberadaan ketiganya tidak diisolasi tetapi tinggal bersama anggota keluarga masing-masing.

Demikian diungkapkan Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Propinsi NTT, dr. Husein Pancratius, saat ditemui di Tambolaka, Selasa (18/9/2012).

"Semua kelompok masyarakat rentan HIV/AIDS, termasuk PNS. Yang istimewa di SBD, ada tiga orang PRT positif AIDS. PRT positif AIDS ini baru. Dan SBD sebagai perintisnya. Selama ini yang kita tahu, wanita/perempuan positif AIDS," kata Pancratius.

Menurut Pancratius, dengan ditemukannya PRT positif AIDS menunjukkan bahwa atensi pemerintah Kabupaten SBD sangat bagus. Ia juga menilai Pemda SBD bagus dalam hal penanggulangan HIV/AIDS. Meski baru menjadi daerah otonom, namun SBD sudah ada rumah sakit yang dilengkapi dengan VCT untuk pengobatan penderita HIV/AIDS.

"Tinggal saja masyarakat menggunakan fasilitas yang sudah disiapkan pemerintah," ujar Pancratius yang saat itu didampingi Gusti Brewon, staf KPAD Propinsi NTT.

Pancratius mengatakan, perlu dicari tahu riwayat kerja tiga PRT dimaksud. Apakah mereka direkrut sebagai PRT, istri simpanan atau PSK (perempuan pekerja seks). Karena setelah bekerja mereka pulang dengan membawa penyakit HIV/AIDS.

Ia menduga ada unsur tidak peduli dari siapa saja yang merekrut tenaga kerja, termasuk perusahaan jasa tenaga kerja indonesia (PJTKI).

"Siapa pun yang merekrut tidak perhatikan kesehatan tenaga kerja. Tenaga kerja tidak dibekali dengan pengetahuan HIV/AIDS dan bagaimana pencegahannya. Semua pihak harus bekerjasama," tandas Pancratius.

Terkait kerja sama, Pancratius menaruh respek yang besar kepada Kapolsektif Loura, Kompol Antonia Pah. Meski baru menginjakkan kakinya di SBD, belum sampai 24 jam karena tiba Senin (17/9/2012), sudah memiliki ide menjadikan Polsektif Loura peduli HIV/AIDS.

Polsektif Loura merupakan Polres SBD persiapan. Tanggung jawab Kepala Polsektif hampir sama dengan Kapolres, karena memiliki wilayah dalam satu kabupaten.

"Saya ketemu ibu Antonia Pah. Beliau mengatakan akan menjadikan Polsektif peduli HIV/AIDS, ditindaklanjuti dengan penandatanganan MoU antara Polsektif dengan KPAD SBD. Walau belum 24 jam di SBD tapi berniat mewujudkan Polsektif peduli HIV/AIDS. Saya pikir ini yang pertama di NTT," puji Pancratius.

Menurutnya Kapolsektif Loura menunjukkan naluri keibuannya karena prihatin dengan perempuan penderita HIV/AIDS.

"Kalau semua Kapolres di NTT seperti ibu Antonia, kita bubarkan KPAD," katanya.

Ia mengakui, polisi menguasai 'populasi kunci' yang diidentifikasi menjadi sumber penularan penyakit.

Populasi kunci dimaksud, seperti waria dan PSK. Dengan begitu, memudahkan polisi untuk melakukan pembinaan. "Saya senang ibu Antonia memberikan suatu wawasan yang baru bagi saya dan kita semua," ujar Pancratius.

sumber:
http://www.tribunnews.com/2012/09/18/pulang-merantau-tiga-prt-positif-aids

Minggu, 16 September 2012

Pengiriman TKW/PRT Dihentikan 2017



Minggu, 16/09/2012 - 18:49

SUMBER,(PRLM).- Pemerintah akan menghapuskan pengiriman Tenaga Kerja Wanita (TKW) sektor pembantu rumah tangga (PRT) pada tahun 2017. Kalau pun masih kirim PRT harus jelas kontraknya baik upah, jaminan kerja dan standard ketrampilannya.

"Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) sudah menyusun road map 2017. Saat ini di Malaysia saja terdapat 2,5 juta pekerja infornal yang ilegal dari Indonesia,"kata Menakertrans Muhaimin Iskandar di Munas Alim Ulama NU di Pontren Kempek, Cirebon, Sabtu malam (14/9).

Saat ini Indonesia sudah menutup total pengiriman TKW ke luar negeri sehingga gaji TKW PRT naik tiga lipat karena berkurangnya pasokan PRT. "Namun kami kesulitan untuk menutup sama sekali karena pengirim TKW memanfaatkan visa umrah untuk bisa bekerja," katanya.

Menurut Muhaimin, pengiriman tenaga kerja ke luar negeri akan dilakukan selektif dengan tenaga kerja terdidik. "Bukan untuk PRT yang susah diawasi sehingga banyak masalah. Tenaga kerja yang menjadi PRT sebagian besar pendidikannya SD bahkan tak lulus SD," katanya. (A-71/A-26).***

sumber:
http://www.pikiran-rakyat.com/node/203646

Minggu, 09 September 2012

PRT Citra Raya Cikupa-Bekasi Gelar Halal Bi Halal

Kabar6-Kelurahan Mekar Bakti dan Yayasan Mitra Imadei (YMI), menggelar halal bihalal dan temu kenal Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang bekerja di Perumahan Citra Raya, Cikupa dan Bekasi.



Seremonial halal bihalal berlangsung semarak di Aula Kantor Kelurahan Mekarbakti, Kecamatan Panaongan, Kabupaten Tangerang, Minggu (9/9/2012).

Panitia halal bihalal, Maria dari YMI mengatakan, pertemuan ini digelar untuk memberikan pembinaan dan saling mengenalkan sesama profesi PRT.

Pasalnya, PRT bukanlah pembantu semata, mereka juga memiliki hak dan kewajiban, baik upah yang layak, waktu libur, jaminan kesehatan dan pendidikan.

Apalagi, lanjutnya, PRT sekarang multi fungsi mulai dari memasak, mencuci, melaksanakan semua tugas rumah.

“Maka dari itu mereka harus memiliki wawasan dan keterampilan yang lebih dikembangkan, agar tidak hanya dipekerjakan semata,” katanya.

Maria menambahkan, melalui keberadaan YMI, para ibu-ibu PKK di Kelurahan Mekar Bakti melakukan pembinaan PRT di wilayah tersebut. Mulai dari kursus memasak, menjahit, hingga kejar pendidikan paket A, paket B dan paket C.

“Dalam pembinaan ini, para PRT tidak dipungut biaya sepeserpun,” kata Maria.

Sementara itu, Lurah Mekarbakti Nasita Sunarya berharap kegiatan ini terus berjalan dan bisa dirasakan khususnya di wilayah Mekarbakti.

Begitupun dengan Camat Panongan, Hendar Herawan, yang berharap PRT agar SDM dan wawasan PRT bisa meningkat lebih baik. Hingga, kedepan mereka bisa memilih jalan ataupun pekerjaan yang layak dan mampu bersaing dengan wanita lainnya.

Hadir dalam kegiatan ini, Hsiung Amanda, LEE Global Fund sebuah lembaga internasional yang menangani hak-hak Pekerja Rumah Tangga dari Amerika, LBH Jala Jaringan Nasional PRT, Lurah Kelapa Dua Dadang Sudrajat dan puluhan PRT dari Bekasi dan Mekarbakti.(dre/*)

sumber:
http://www.kabar6.com/tangerang-raya/komunitas/5033-prt-citra-raya-cikupa-bekasi-gelar-halal-bi-halal.html

Selasa, 04 September 2012

Komisi IX DPR: PRT Harus Dapat Perlindungan Maksimal



Tuesday, 04 September 2012 19:33

Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI, Poempida Hidayatulloh Sudah selayaknya peran, tanggung jawab, hak, dan kewajiban profesi Pekerja Rumah Tangga (PRT) mendapat perlindungan hukum yang memadai.

"Sudah sangat layak PRT mendapatkan tempat yang khusus dalam konteks perlindungan hukum, melingkupi peran, tanggung jawab, hak dan kewajiban profesi tersebut," kata Poempida, di Jakarta, Selasa (4/9).

Menurutnya, hal tersebut harus mendapatkan perlindungan hukum maksimal karena PRT semakin menjadi suatu elemen yang cukup signifikan dalam menciptakan kelancaran kehidupan individu-individu, terutama di daerah urban dalam kehidupan domestik rumah tangga.

Siginifikansi elemen ini, tidak dapat disepelekan dalam kehidupan berbangsa. Pasalnya, ditengarai terdapat kurang lebih 11 juta lebih Warga Negara Indonesia (WNI) yang terdata mempunyai profesi sebagai PRT.

Poempi, begitu politisi Golkar yang merupakan Anggota Panja RUU PRT mengatakan, kompleksitas permasalahan yang melekat dalam profesi PRT secara umum tidak berbeda dengan profesi pekerja dan buruh lainnya. Namun, kekhususan dalam konteks profesi PRT, adalah basis elemen pemberi kerja (majikan) yang berupa individu, bukan kelompok berbadan hukum, dan ruang lingkup kerja yang merambah sektor privasi si pemberi kerja, yakni rumah tangga.

PRT lanjutnya, jelas mempunyai akses yang langsung pada informasi privasi para pemberi kerja sebagai akibat interaksi pribadi ruang lingkup kerjanya. "Keamanan domestik rumah tangga pun seringkali bertumpu pada integritas dan tanggung jawab PRT," ujarnya.

Sebagai profesi yang banyak diperankan oleh kaum marginal, perlindungan bagi PRT secara khusus harus ditata berdasarkan pertimbangan HAM, posisi PRT dalam ranah hukum dan posisi PRT sebagai WNI di mata konstitusi Republik Indonesia.

Terkait hal itu, proses perancangan UU PRT ini masih menyisakan sedikit dilematika dalam beberapa isu. Pertama, basis mekanisme pengupahan tergantung dari parameter sosial ekonomi demografis Indonesia yang tidak dapat disamaratakan di seluruh daerah di Indonesia.

Kedua, mekanisme pengawasan dari pembuat kebijakan. Ketiga, formalisasi profesi PRT yang membutuhkan standar kompetisi dan pelatihan yang mumpuni. Keempat, proses hukum dalam hal terjadinya persengketaan/perselisihan antara PRT dan pemberi kerja. Kelima, jenjang karir profesi PRT.

Tantangan lainnya, tambah politikus Partai Golkar itu, adalah kekhawatiran dari pihak-pihak yang berperan sebagai pemberi kerja (majikan), yang pada umumnya tidak menyukai berbagai formalitas administrasi sebagai konsukuensi implementasi UU PRT ini di kemudian hari.

Atas dasar itu, Komisi IX DPR RI berkomitmen menjawab segala tantangan di atas untuk dapat merancang suatu undang-undang yang berlandaskan Konsitusi Republik Indonesia.

"Kumpulan referensi dan berbagai simulasi 'system thinking' adalah basis yang saya gunakan untuk secara logis dan bertanggung jawab untuk terlibat secara aktif dalam perancangan UU PRT ini," pungkasnya. [IS]



Perlindungan PRT Harus Ditata Berdasarkan HAM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Anggota Komisi IX DPR, Poempida Hidayatulloh mengatakan perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT) secara khusus harus ditata berdasarkan pertimbangan HAM, posisi PRT dalam ranah hukum dan posisi PRT sebagai WNI di mata konstitusi Republik Indonesia.

Pasalnya menurut dia, PRT semakin menjadi suatu elemen yang cukup signifikan dalam menciptakan kelancaran kehidupan individu-individu terutama di daerah urban dalam kehidupan domestik rumah tangganya.

Siginifikansi elemen yang satu ini, imbuhnya, tidak dapat disepelekan dalam kehidupan berbangsa. Mengingat ditengarai terdapat kurang lebih 11 juta lebih Warga Negara Indonesia yang mempunyai profesi sebagai PRT (yang terdata).

"Sudah sangat layak jika kemudian PRT mendapatkan tempat yang khusus dalam konteks perlindungan hukum yang melingkupi peran, tanggung jawab, hak dan kewajiban profesi tersebut," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (4/9/2012).

Anggota Panja RUU PRT mengatakan kompleksitas permasalahan yang melekat dalam profesi PRT secara umum tidak berbeda dengan profesi pekerja dan buruh lainnya. Namun kekhususan dalam konteks profesi PRT adalah basis elemen pemberi kerja (majikan) yang berupa individu, bukan kelompok berbadan hukum, dan ruang lingkup kerja yang merambah sektor privasi si pemberi kerja (rumah tangga).

PRT lanjutnya jelas mempunyai akses yang langsung pada informasi privasi para pemberi kerja sebagai akibat interaksi pribadi ruang lingkup kerjanya. "Keamanan domestik rumah tangga pun seringkali bertumpu pada integritas dan tanggung jawab PRT," katanya.

Lebih lanjut dia mengatakan proses Perancangan UU PRT ini masih menyisakan sedikit dilematika dalam beberapa isu. Pertama, basis mekanisme pengupahan tergantung dari parameter sosial ekonomi demografis Indonesia yang tidak dapat disamaratakan di seluruh daerah di Indonesia.

Kedua, mekanisme pengawasan dari pembuat kebijakan. Ketiga, formalisasi profesi PRT yang membutuhkan standar kompetisi dan pelatihan yang mumpuni.

Keempat, proses hukum dalam hal terjadinya persengketaan/perselisihan antara PRT dan pemberi kerja. Kelima, jenjang karir profesi PRT.

Tantangan lainnya tambah politikus Partai Golkar adalah kekhawatiran dari pihak-pihak yang berperan sebagai pemberi kerja (majikan), yang pada umumnya tidak menyukai berbagai formalitas administrasi sebagai konsukuensi implementasi UU PRT ini di kemudian hari.

Sebagai informasi, Komisi IX DPR RI berkomitmen untuk dapat menjawab segala tantangan di atas untuk dapat merancang suatu Undang Undang yang berlandaskan Konsitusi Republik Indonesia.

"Kumpulan referensi dan berbagai simulasi “system thinking” adalah basis yang saya gunakan untuk secara logis dan bertanggung jawab untuk terlibat secara aktif dalam perancangan UU PRT in," katanya.

Andri MALAU

sumber:
http://www.tribunnews.com/2012/09/04/perlindungan-prt-harus-ditata-berdasarkan-ham

Rabu, 29 Agustus 2012

Filipina Tak Mau Lagi Kirim PRT ke Luar Negeri

TEMPO.CO, Manila - Pemerintah Filipina baru saja mengumumkan rencana penghentian pelaksana (pembantu) rumah tangga ke luar negeri. Menteri Tenaga Kerja Rosalinda Baldoz telah memerintahkan Agen Pengiriman Pekerja ke Luar Negeri (POEA) untuk menghapuskan secara bertahap pengiriman tersebut selama lima tahun.

POEA adalah lembaga resmi pemerintah yang mempromosikan dan mengawasi pekerja Filipina di luar negeri. Alternatifnya, pemerintah mencoba mencari peluang yang lebih bagus ketimbang bekerja sebagai pembantu rumah tangga.

"Tapi kemungkinan kami masih mengirim pekerja ke Eropa," ujar Ketua POEA, Hans Cacdac, Senin, 27 Agustus 2012. Sebab negara di benua biru tersebut memberikan upah yang tinggi bagi para pekerja Filipina.

Sebenarnya, menurut Cacdac, bukanlah hal yang memalukan menjadi pekerja rumah tangga. Tapi ternyata banyak dari pekerja rumah tangga yang dikirim tersebut memiliki latar belakang pendidikan formal, seperti guru atau perawat, sehingga seharusnya mereka mendapat pekerjaan yang lebih baik dengan upah yang lebih tinggi.

Saat ini lebih dari 1 juta pekerja Filipina yang bekerja sebagai asisten rumah tangga. Kebanyakan mereka berada di kawasan Asia Tenggara atau Timur Tengah. Angka tepatnya sekitar 1,2 juta. Total ada sekitar 5,5 juta pekerja Filipina di luar negeri. Jadi, para pekerja asisten rumah tangga hampir mencapai seperempatnya.

Cadcac menambahkan, permintaan pekerja domestik asal Filipina meningkat. Permintaan terbesar datang dari Italia. Diikuti Malaysia, Singapura, Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab, Kuwait, Arab Saudi, Oman, dan Hongkong. "Jumlah ini terus naik. Saya bisa bilang, sepertiga dari pekerja domestik adalah orang baru," ujar dia.

Untuk pertama kalinya pada 2011, pekerja domestik baru menembus angka 100 ribu per tahun. Biasanya hanya berkisar 60-70 ribu per tahun. Tahun lalu, mencapai 142 ribu pekerja.

Cacdac menyatakan, citra tentang negara pengekspor pembantu adalah masalah yang sensitif. Bagi dia bukan soal citra. "Kami lebih peduli untuk memastikan bahwa setiap pekerja memiliki pekerjaan yang sah, layak, dan bermartabat di luar negeri," kata dia.

Awal bulan ini, Filipina menjadi negara kedua di dunia (setelah Urugay) yang meratifikasi konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) tentang pekerja rumah tangga yang layak. Tahun lalu, Cacdac juga menjadi kunci dalam pembuatan konvensi standar pekerjaan yang layak bagi pekerja rumah tangga di seluruh dunia

sumber:
http://www.tempo.co/read/news/2012/08/29/118426183/Filipina-Tak-Mau-Lagi-Kirim-PRT-ke-Luar-Negeri